Minggu, 13 Desember 2009

LESTARI GAHARUKU

Ringkasan

Gubal baharu diproduksi oleh banyak spesies pohon gaharu. Tiga spesies pohon gaharu indigenus. Aquilaria malaccensis, A. microcarpa, dan Gyrinops verstegii, diketahui mampu menghasilkan gubal berkualitas tinggi A, crassna, juga ditanam di Indonesia. Saat ini produksi gubal gaharu Indonesia masih bergantung dari pengumpulan di hutan alam. Disisi lain, dasar pengembangan produksi gubal gaharu secara lestari sedang dilakukan. Sebelum membangun kebun, beberapa aspek seperti proses pembentukan gubal harus diketahui.

Gubal gaharu dibentuk sebagai respons pohon terhadap kerusakan mekanis atau infeksi cendawan, sehingga gubal gaharu dibentuk pada kerusakan mekanis atau infeksi cendawan, sehingga gubal gaharu dibentuk pada pohon sakit. Penyakit lebih mudah muncul ketika pohon mengalami cekaman. Pada tahun 1, model interaksi antara tunas A. malaccensis (klon Ama1), Ama7 and Ama13), A. microcarpa (klon Ami5, Ami8, Ami16 and P6) and A. crassna (klon Ac14) and G. verstegii (klon Af1.8) dengan Acremonium sp. (isolat F, G, L, M), Fusarium oxysporum (isolat A), Scytalidium (isolat C) and Thielaviopsis paradoxa (isolat I), serta Trichoderma harzianum (isolat E) dipelajari dengan menggunakan teknik kultur ganda pada 3 kosentrasi Murashige-Skoog (MSmod) secara in vitro.

Luarannya adalah klon-klon potensial yang terseleksi dengan cendawan penginduksi yang serasi, serta informasi dasar mengenai keterbatasan nutrisi terhadap induksi pembentukan wangi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam interaksi tunas gaharu dengan cendawan, kehadiran tunas tidak mempengaruhi pertumbuhan cendawan. Sebaliknya, kehadiran cendawan mempengaruhi kebugaran tunas. Semua cendawan bersifat patogenik, kecuali E. Persentase kematian tunas berfariasi. Diantara cendawan patogenik, semua isolat Acremonium mampu menginduksi wangi. Namun hanya Acremonium F dan M yang mampu menginduksi wangi pada semua spesies Aquilaria yang diuji dan G verstegii. Sedangkan cendawan sebagai inokulum campuran (AEF, ACEF dan ACEFI) yang berintraksi dengan tunas tidak mampu menginduksi wangi. Tingkat wangi hasil induksi Acremonium F lebih tinggi dan berbeda nyata dari pada Acremanium M. Tingkat wangi tunas yang ditanam pada Msmod 50% lebih tinggi dan berbeda nyata dari yang ditanam pada MS100%. Tingkat wangi yang terbentuk pada A. Malaccensis lebih tinggi dari pada pada A. microcarpa dan A.crassna serta G. Verstegii. Cekaman nutrisi meningkatkan kewangian.

Hasil analisis GLC menunjukkan bahwa hanya satu komponen dengan Rt 5.76 yang menenrukan sifat wangi. Semua klon terutama A. malaccensis Ama7 dan Ama13 berpotensi untuk dikembangkan menjadi klon unggulan dengan Acremonium F sebagai penginduksi yang potensial untuk dikembangkan sebagai inokulan. Pengembangan Acremonium F sebagai inokulan dalam bentuk formula padatan dan uji efektifitasnya dalam perangsangan gejala pembentukan gubal gaharu pada pohon di lapangan dilakukan pada tahun ke 2. Formulasi pada media B yang dicampur dengan 2.5% alginat dan dicelupkan dalam 5% Ca Cl2 menghasilkan suatu pelet batangan yang dari segi pembuatannya sederhan, praktis dan ekonomis dengan viabilitas yang tinggi. Namun teksturnya agak rapuh jika dibandingkan dengan formula media B yang dicampur dengan 5% Alginat dan dicelupkan dalam konsentrasi CaCi yang sama. Viabilitas formulasi yang terakhir ini tidak berbeda nyata dari formulasi sebelumnya. Dalam penyimpanan, viabilitas pelet ini menurun sesuai dengan lama periode penyimpanan. Pelet yang disimpan pada suhu 10C lebih stabil viabilitasnya dari pada yang disimpan dalam suhu ruang. Efektiftas pelet ini dalam menginduksi perubahan warna kayu cukup tinggi. Pada pohon-pohon di kebun penelitian perhutani di Carita, gejala pecklatan pada batang terlihat pada semua pohon yang diperlakukan dengan Acremonium F mulai bulan ke tiga inokulasi dengan index perubahan warna dan indekx luasan gelap sama dengan 1. Hanya 10% pohon yang telah diinokulasi mengeluarkan wangi khas gaharu. Pada pohon-pohon di kebun penelitian di Pekanbaru, gejala pencoklatan pada bulan ke lima juga terjadi pada semua pohon yang diinokulasi dengan Acremonium F dengan index perubahan warna, index luasan luasan perubahan warna dan persentase pohon wangi yang lebih tinggi yaitu berturut-turut 1,1 dan 45%. Pemberian paclobutrazol pada semua konsentrasi tidak berpengaruh nyata terhadap kebugaran pohon dan index perubahan warna, index luasan maupun tingkat wangi.

Sabtu, 12 Desember 2009

gaharu...gaharu...gaharu...


Gaharu adalah bahan aromatik termahal di dunia. Harga gaharu kualitas baik di tingkat konsumen di pasar internasional, sekitar US $ 5 sd. 15 per gram, (Rp 45.000,- sd. 135.000,-). Sedemikian tingginya nilai produk gaharu, hingga penjualannya menggunakan bobot gram. Bukan ons atau kg.

Gaharu adalah bahan parfum, kosmetik dan obat-obatan (farmasi). Parfum diperoleh dari hasil ekstraksi resin dan kayunya. Gaharu sudah dikenal sebagai komoditas penting, semenjak jaman Mesir Kuno. Mumi mesir, selain diberi rempah-rempah (kayumanis, cengkeh), juga diberi cendana dan gaharu. Dalam injil, disebutkan bahwa kain kafan Yesus (Isa Al Masih), diberi Aloe. Istilah ini bukan mengacu ke Aloe vera (lidah buaya), melainkan kayu gaharu. Itulah sebabnya kayu gaharu juga disebut sebagai aloeswood (kayu aloe).

Nama dagang lainnya adalah agarwood, heartwood, dan eaglewood. Di pasar internasional, gaharu murni diperdagangkan dalam bentuk kayu, serbuk dan minyak (parfum). Kayu gaharu bisa dijadikan bahan kerajinan bernilai sangat tinggi, atau untuk peralatan upacara keagamaan. Serbuk gaharu digunakan untuk dupa/ratus, dan minyaknya merupakan parfum kelas atas. Serbuk gaharu sebagai dupa akan dibakar langsung dalam ritual keagamaan. Baik Hindu, Budha, Konghucu, Thao, Shinto, Islam dan Katolik. Kayu gaharu disebut sebagai kayu para dewa. Aroma gaharu karenanya dipercaya mampu menyucikan altar dan peralatan peribadatan lainnya.
Selain itu dupa gaharu juga dimanfaatkan untuk mengharumkan ruangan, rambut dan pakaian para bangsawan. Aroma gaharu akan digunakan sebagai aromaterapi di spa-spa kelas atas. Selain untuk ritual keagamaan, parfum dan kosmetik, produk gaharu juga sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistik. Baik pemanfaatannya, terlebih lagi proses pencariannya dari alam. Pengambilan gaharu dari hutan, memang selalu dilakukan secara tradisional, dengan berbagai ritual dan kebiasaan setempat. Pencarian gaharu di lokasi sulit, harus menggunakan pesawat terbang atau helikopter. Beberapa kali pesawat terbang dan heli pencari gaharu, hilang di hutan belantara di Kalimantan, hingga memperkuat kesan mistis produk gaharu.

Gaharu adalah getah (resin, gubal) dari pohon genus Aquilaria, yang tumbuh di hutan belantara India, Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan Cina Selatan. Sampai saat ini, Indonesia masih merupakan pemasok produk gaharu terbesar di dunia. Meskipun populasi tumbuhan Aquilaria cukup besar, namun tidak semua pohon menghasilkan gaharu. Sebab resin itu baru akan keluar, kalau tanaman terinfeksi oleh kapang (fungus) Phialophora parasitica. Akibat infeksi, tanaman mengeluarkan getah yang aromanya sangat harum. Getah ini akan menggumpal di dalam batang kayu. Para pencari gaharu menyebut kayu dengan resin ini sebagai gubal. Tanaman Aquilaria yang tidak terinfeksi Phialophora parasitica, tidak akan beraroma harum.

Genus Aquilaria terdiri dari 22 spesies: A. (Aquilaria) agallocha; A. apiculata; A. baillonii; A. banaensis; A. beccariana; A. brachyantha; A. citrinicarpa; A. crassna; A. cumingiana; A. filaria; A.grandiflora; A. hirta; A. malaccensis; A. microcarpa; A. ophispermum; A. parvifolia; A. pentandra; A. rostrata; A. sinensis; A. subintegra; A. urdanetensis; A. yunnanensis. Dari 22 spesies itu, yang bisa terinfeksi kapang Phialophora parasitica hanya ada delapan spesies yakni: A. agallocha; A. crassna; A. grandiflora; A. malaccensis; A. ophispermum; A. pentandra; A. sinensis; dan Aquilaria yunnanensis. Dari delapan spesies itu, yang paling potensial menghasilkan gaharu adalah A. malaccensis dan A. agallocha.

Gaharu yang sekarang beredar di pasaran, semuanya berasal dari perburuan dari hutan. Para pencari gaharu, kadang-kadang tidak membedakan, mana kayu yang ada gubalnya, dan mana yang tidak. Hingga semua pohon Aquilaria yang dijumpai akan ditebang. Akibatnya, populasi kayu Aquilaria terus terkikis dan makin langka. Dalam pertemuan ke 13 Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES CoP 13) di Bangkok, Thailand, 2 -14 Oktober 2004, genus Aquilaria telah dimasukkan dalam apendik II. Hingga pengambilan gaharu dari alam, sebenarnya dilarang. Tetapi karena tingginya nilai gaharu, maka pencarian gaharu dari hutan terus berlangsung tanpa bisa dicegah.

Genus Aquilaria adalah pohon dengan tinggi mencapai 20 m dan diameter batang 60 cm, yang tumbuh di hutan hujan tropika basah, mulai dari ketinggian 0 sampai dengan 1.000 m. dpl. Aquilaria bisa hidup pada berbagai jenis tanah. Mulai dari tanah humus, berpasir, lempung, berkapur, sampai berbatu-batu. Gaharu termasuk tanaman yang tahan kekeringan, dan juga tahan hidup di bawah naungan. Tanaman yang masih muda, memang memerlukan banyak air, dan naungan. Biasanya Aquilaria tumbuh di bawah tajuk palem atau pakis-pakisan. Aquilaria berkembangbiak dari biji. Buah Aquilaria berupa polong yang keras, dengan panjang antara 2,5 sd. 3 cm. Biji mudah dikecambahkan di tempat yang lembap dan hangat, tetapi terlindung dari panas matahari.

Dalam kondisi optimum, pohon Aquilaria akan mampu tumbuh dengan sangat pesat. Yang dimaksud dengan kondisi optimum adalah, suhu udara, kelembapan, sinar matahari, air dan unsur haranya cukup. Meskipun Aquilaria tahan hidup di berbagai macam tanah, tetapi dia akan tumbuh optimal di tanah humus yang subur, dengan topsoil cukup tebal. Tidak semua Aquilaria yang tumbuh di hutan merupakah penghasil gaharu. Produk gaharu, baru akan terjadi, apabila kayu Aquilaria terinfeksi oleh kapang Phialophora parasitica. Tumbuhan Aquilaria yang tidak terinfeksi kapang Phialophora parasitica, hanya akan menjadi kayu biasa yang sama sekali tidak harum. Beda dengan cendana (Sandal Wood, Santalum album), yang kayunya memang sudah harum.

Untuk mempertahankan diri, tumbuhan Aquilaria yang sudah terinfeksi kapang Phialophora parasitica akan menghasilkan getah resin (jawa: blendok). Resin ini akan menggumpal dan membentuk gubal. Proses pembentukan gubal berlangsung sangat lambat. Bisa puluhan bahkan ratusan tahun. Resin dan bagian kayu yang terinfeksi inilah yang akan menghasilkan aroma harum yang tidak ada duanya di dunia. Aroma gaharu ini sedemikian khasnya hingga hampir tidak mungkin disintetis. Pembuatan gaharu sintetis, hasilnya akan lebih mahal dibanding dengan gaharu alam. Proses pembentukan gubal berlangsung sangat lama, juga merupakan salah satu penyebab tingginya produk gaharu.

Kapang genus Phialophora terdiri dari delapan spesies aktif: Phialophora americana, Phialophora bubakii, Phialophora europaea, Phialophora parasitica, Phialophora reptans, Phialophora repens, Phialophora richardsiae, dan Phialophora verrucosa. Dari delapan spesies itu, yang berfungsi menginfeksi kayu Aquilaria hanyalah kapang Phialophora parasitica. Spesies lainnya merupakan kapang patogen, yang bisa menginfeksi manusia dan menimbulkan gangguan penyakit. Malaysia dan Indonesia, sudah bisa mengisolasi kapang Phialophora parasitica, untuk diinokulasikan ke pohon Aquilaria.

Di Indonesia, penelitian gaharu antara lain dilakukan oleh Balitbang Botani/LIPI, Badan Litbang Departemen Kehutanan dan Universitas Mataram di Mataram, Lombok. Universitas Mataram, malahan sudah melakukan ujicoba penanaman gaharu, dan menginfeksinya dengan kapang Phialophora parasitica. Sayangnya, tanaman yang belum membentuk gubal itu sudah dicuri orang. Para pencuri ini beranggapan, bahwa kayu gaharu sama dengan cendana. Padahal cendana pun memerlukan waktu paling sedikit 30 tahun agar meghasilkan kayu dengan tingkat keharuman prima. Gaharu yang sudah terinfeksi ini, masih memerlukan waktu puluhan tahun agar gubalnya bisa dipanen.

Mengingat tingginya nilai gaharu, dan juga kelangkaannya, maka budidaya gaharu sudah semakin mendesak. Membuat hutan Aquilaria, bisa dilakukan dengan mudah. Sebab tumbuhan genus ini relatif mudah dikembangbiakkan dan toleran dengan lokasi tumbuh yang sangat ekstrim sekalipun. Mengisolasi kapang Phialophora parasitica juga sudah bisa dilakukan di laboratorium Universitas Mataram. Menginfeksi tumbuhan Aquilaria dengan kapang Phialophora parasitica juga sudah berhasil diketemukan metodenya. Yang menjadi masalah, untuk mengembangkannya dalam skala komersial, diperlukan jangka waktu lama. Gaharu kualitas baik, baru akan terbentuk setelah proses selama puluhan bahkan ratusan tahun.

Para pemilik modal, akan berpikir ulang kalau investasinya baru akan kembali pada puluhan bahkan ratusan tahun yang akan datang. Para pejabat di lingkup pemerintah daerah pun, juga akan menolak untuk merancang proyek yang tingkat keberhasilannya baru akan bisa diukur puluhan bahkan ratusan tahun kemudian. Belum lagi gangguan masyarakat yang tidak terlalu tahu tentang gaharu. Mereka menganggap bahwa tanaman Aquilaria yang sudah diinfeksi kapang Phialophora parasitica, akan segera bisa ditebang untuk diambil gaharunya. Ketidaktahuan masyarakat ini, juga disebabkan oleh sedikitnya publikasi tentang gaharu. Para wartawan yang mengenal gaharu, jumlahnya juga masih sangat sedikit.

Dalam situasi seperti ini, pencarian gaharu di hutan menjadi satu-satunya alternatif. Di Papua, pencarian gaharu bahkan dilakukan oleh para pengusaha dengan cara yang sangat tidak bermoral. Para pengusaha tahu bahwa masyarakat Papua, sudah kecanduan minuman keras. Hanya dengan disodori beberapa kaleng bir, mereka sudah bersedia untuk mencari gaharu. Apabila gaharu sudah diperoleh, para pengusaha pun menawarkan perempuan kepada penemu gaharu. Perempuan-perempuan malang ini didatangkan dari Jawa, kebanyakan dengan cara ditipu untuk dicarikan pekerjaan yang layak di Freeport atau perusahaan HPH. Setibanya di Papua, mereka hanya dijadikan umpan memperoleh gaharu. gsmlina

PERKEMBANGAN GAHARU DI INDONESIA


Gaharu adalah salah satu komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) komersial yang bernilai jual tinggi. Bentuk produk gaharu yang merupakan hasil alami dari kawasan hutan yang dapat berupa cacahan, gumpalan atau bubuk. Nilai komersial gaharu sangat ditentukan oleh keharuman yang dapat diketahui melalui warna serta aroma kayu bila dibakar, masyarakat mengenal kelas dan kualita dengan nama gubal, kemedangan dan bubuk. Selain dalam bentuk bahan mentah berupa serpihan kayu, saat ini melalui proses penyulingan dapat diperoleh minyak atsiri gaharu yang juga bernilai jual tinggi.

Kata “gaharu” sendiri ada yang mengatakan berasal dari bahasa Melayu yang artinya “harum” ada juga yang bilang berasal dari Bahasa Sansekerta, yaitu “aguru” yang berarti kayu berat (tenggelam) sebagai produk damar, atau resin dengan aroma, keharuman yang khas. Gaharu sering digunakan untuk mengharumkan tubuh dengan cara pembakaran (fumigasi) dan pada upacara ritual keagamaan. Gaharu dengan naloewood”, merupakan substansi aromatik (aromatic resin) berupa gumpalan atau padatan berwarna coklat muda sampai coklat kehitaman yang terbentuk pada lapisan dalam dari kayu tertentu yang sudah dikenal sejak abad ke-7 di wilayah Assam India yang berasal dari jenis Aqularia agaloccha rotb, digunakan terbatas sebagai bahan pengharum dengan melalui cara fumigasi (pembakaran). Namun, saat ini diketahui gaharupun dapat diperoleh dari jenis tumbuhan lain famili Thymeleaceae, Leguminaceae, dan Euphorbiaceae yang dapat dijumpai di wilayah hutan Cina, daratan Indochina (Myanmar dan Thailand), malay Peninsula (Malaysia, Bruinai Darussalam, dasn Filipina), serta Indonesia (Sumatera, Kalimantan, Papua, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, maluku, Mataram dan beberapa daerah lainnya).

Di Indonesia gaharu mulai dikenal sejak tahun 1200-an yang ditunjukkan oleh adanya pertukaran (barter) perdagangan antara masyarakat “Palembang dan Pontianak” dengan masyarakat Kwang Tung di daratan China.
Menurut I.H. Burkill, perdagangan gaharu Indonesia sudah dikenal sejak lebih dari 600 tahun yang silam, yakni dalam perdagangan Pemerintah Hindia Belanda dan Portugia. Gaharu dari Indonesia banyak yang dikirim ke Negara Cina, Taiwan dan Saudi Arabia (Timur Tengah). Tapi karena adanya permintaan yang cukup tinggi dari luar negeri terhadap gaharu tersebut terutama dari jenis Aquilaria malacensis, menyebabkan perburuan gaharu semakin meningkat dan tidak terkendali di Indonesia. Padahal kita ketahui bahwa tidak semua pohon gaharu bisa menghasilkan gubal gaharu yang bernilai jual yang tinggi. Ini dikarenakan minimnya pengetahuan para pemburu gaharu sehingga melakukan penebangan secara sembarangan tanpa diikuti upaya penanaman kembali (budidaya). Akhirnya akibat yang ditimbulkan populasi pohon penghasil gaharu makin menurun.

Potensi produksi gaharu yang ada di Indonesia berasal dari jenis pohon Aquilaria malacenis, A. filarial, A. birta, A. agalloccba Roxb, A. macrophylum, Aetoxylon sympetalum, Gonystylus bancanus, G. macropbyllus, Enkleia malacensis, Wikstroemia androsaemofolia, W. tenuriamis, Gyrinops cumingiana, Dalbergia parvifolia, dan Excoccaria agalloccb). Dari banyaknya jenis pohon yang berpotensi sebagai penghasil gaharu tersebut, hanya satu diketahui penghasil gaharu yang berkualitas terbaik dan mempunyai nilai jual yang tinggi dibanding dengan pohon lainnya yaitu Aquilaria malacensis. Karena dampak tingginya nilai jual terhadap jenis komersial menjadikan perburuan terhadap Aquilaria malacensis sangat tinggi, sehingga sesuai Konvensi CITES (Convention On International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) Nopember 1994 di Florida, Amerika Serikat, memasudkan jenis penghasil gaharu ini dalam kelompok Apendix II CITES.

Puncaknya perdagangan ekspor gaharu di Indonesia berlangsung antara tahun 1918 – 1925 dan pada masa penjajahan Hindia Belanda dengan volume sekitar 11 ton/tahun. Setelah kemerdekaan, ekspor gaharu terus meningkat, bahkan tujuan ekspornya tidak hanya ke daratan Cina, tapi juga sampai ke Korea, Jepang , Amerika Serikat dan sebagian Negara-negara Timur Tengah dengan permintaan tidak terbatas.

B. Gambaran Umum Gaharu

Gaharu adalah salah satu produk hasil hutan elite dalam bentuk gumpalan, cacahan, serpihan atau bubuk yang memiliki kualifikasi produksi yang terdiri kelas GUBAL, KEMEDANGAN DAN BUBUK/ABU, di dalamnya masing-masing produk terkandung “oleo resin” dan “chromoe” yang menghasilkan bau atau aroma khas, dalam perdagangan dikenal sebagai “agarwood, englewoo atau aloewood”.

Indonesia telah sejak lama dikenal dunia sebagai penghasil gaharu terbesar, tingginya produksi secara biologis didukung oleh potensi jenis dengan penyebaran jenis pohon penghasil gaharu yang hamper dijumpai di berbagai wilayah hutan. Semetara itu dikenal berasal dari family (keluarga) Thymeleaceae, Leguminoceae dan Euphorbiaceae.

Sebelumnya, ekspor gaharu dari Indonesia sempat tercatat lebih dari 100 ton pada tahun 1985. Menurut laporan Harian Suara Pembaharuan (12 Januari 2003), pada periode 1990 – 1998, tercatat volume eksspor gaharu mencapai 165 ton dengan nilai US $ 2.000.000.Lalu, pada periode 1999 – 2000 meningkat menjadi 456 ton dengan nilai US $ 2.200.000. Ini membuktikan bahwa pasar gaharu terus meningkat. Namun sejak akhir tahun 2000 samapai akhir tahun 2002, angka ekspor telihat mengalami penurunan yaitu sekitar 30 ton dengan nilai US $ 600.000. Disebabkan makin sulitnya gaharu didapatkan dan memang tidak semua pohon penghasil gaharu menghasilkan gubal gaharu. Selain itu, pohon yang bisa didapatka di hutan alam pun semakin sedikit yang diakibatkan penebangan hutan secara liar dan tidak terkendali serta tidak adanya upaya pelestarian setelah pohon tersebut ditebang.

Syukurlah, pada tahun 1994/1995 mulai dirintis usaha pembudidayaan gaharu di Propinsi Riau, sebuah perusahaan pengekspor gaharu, PT. Budidaya Perkasa telah menanam Aquilaria malaccensis seluas lebih dari 10 hektar. Selain itu Dinas Kehutanan Riau juga menanam jenis yang sama dengan luas 10 hektar di Taman Hutan Raya Syarif Hasyim. Selanjutnya pada tahun 2001-2002 beberapa individu atau kelompok tani mulai tertarik juga untuk menanam jenis pohon penghasil gaharu. Contohnya, uasaha yang dilakukan oleh para petani di Desa Pulau Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin, Jambi, yang menanam gaharu dari jenis Aquilaria malacensiss. Di Desa tersebut, samapi akhir tahun 2002 terdapat sekitar 116 petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Penghijauan Indah Jaya telah mengembangkan lebih dari seratus ribu bibit gaharu. Adapun Litbang Kehutanan mempunyai lahan percobaan di daerah Labuhan (Banten). Kemudian Universitas Mataram juga telah mengembangkan tanaman jenis Gyrinops Verstegii. Meski hasil yang didapat belum diketahui secara pasti, usaha ini merupakan suuatu langkah yang patut didukung oleh semua pihak.

C. Kandungan dan Manfaat Gaharu

Dari hasil analisis kimia di laboratorium, gaharu memiliki enam komponen utama yaitu furanoid sesquiterpene diantaranya berupa a-agarofuran, b-agarofuran dan agarospirol. Selain furanoid sesquiterpene, gaharu yang dihasilkan dari jenis Aquilaria malaccensis asal Kalimantan pun ditemukan pokok minyak gaharu yang berupa cbromone. Cbromone ini menghasilkan bau yang sangat harum dari gaharu apabila dibakar. Sementara itu komponen minyak atsiri yang dikeluarkan gaharu berupa sequiterpenoida, eudesmana, dan valencana.

Pemanfaatan gaharu sampai saat ini masih dalam bentuk bahan baku (kayu bulatan, cacahan, bubuk,atau fosil kayu yang sudah terkubur. Setiap bentuk produk gaharu tersebut mempunyai bentuk dan sifat yang berbeda. Disamping itu, gaharu pun mempunyai kandungan resin atau damar wangi yang mengeluarkan aroma dengan keharuman yang khas. Makanya dari aromanya itu yang sangat popular bahkan sangat disukai oleh Negara-negara lain khususnya masyarakat Timur Tengah, Saudi Arabia, Uni Emirat, Yaman, Oman, daratan Cina, Korea, dan Jepang sehingga dibutuhkan sebagai bahan baku industri parfum, obat-obatan, kosmetika, dupa, dan pengawet berbagai jenis asesoris serta untuk keperluan kegiatan relijius gaharu sudah lama diakrabi bagi pemeluk agama Islam, Budha, dan Hindu.

Dengan seiringnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri, gaharu pun bukan hanya berguna sebagai bahan untuk industri wangi-wangian saja, tetapi juga secara klinis dapat dimanfaatkan sebagai obat. Menurut Raintree(1996), gaharu bisa dipakai sebagai obat anti asmatik, anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan. Dalam khasana etnobotani di Cina, digunakan sebagai obat sakit perut, perangsang nafsu birahi, penghilang rasa sakit, kanker, diare, tersedak, ginjal tumor paru-paru dan lain-lain. Di Eropa, gaharu ini kabarnya diperuntukkan sebagai obat kanker. Di India, gaharu juga dipakai sebagai obat tumor usus.

Beberapa Negara seperti Singapura, Cina, Korea, Jepang, dan Amerika Serikat sudah mengembangkan gaharu ini sebagai obat-obatan seperti penghilang stress, gangguan ginjal, sakit perut, asma, hepatitis, sirosis, pembengkakan liver dan limfa. Bahkan Asoasiasi Eksportir Gaharu Indonesia (ASGARIN) melaporkan bahwa Negara-negara di Eropa dan India sudah memanfaatkan gaharu tersebut untuk pengobatan tumor dan kanker. Di Papua, gaharu sudah dgunakan secara tradisional oleh masyarakat setempat untuk pengobatan. Mereka mengggunakan bagian-bagian dari pohon penghasil gaharu (daun, kulit batang, dan akar) digunakan sebagai bahan pengobatan malaria. Sementara air sulingang (limbah dari proses destilasi gaharu untuk menghasilkan minyak atsiri) yang sangat bermanfaat untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit.

D. Prospek Gaharu Di Indonesia

Kebutuhan akan ekspor gaharu di Indonesia memang semakin meningkat sampai tahun 2000. Namun, sejak saat itu hingga akhir tahun 2002 produksi gaharu semakin menurun dan rata-rata hanya mencapai sekitar 45 ton/tahun. Hal tersebut diduga disebabkan oleh intensitas pemungutan yang relatif tinggi khususnya dari jenis penghasil gaharu yang mempunyai kualitas dan nilai jual yang tinggi hingga tahun 2000 tanpa dibarengi adanya upaya pelestarian dan pembudidayaan. Sehingga mengakibatkan sangat minimnya tanaman yang dapat menghasilkan gaharu. Agar kesinambungan akan produksi gaharu di masa akan datang yang mempunyai kualitas dan nilai jual tinggi tetap terbina serta tidak tergantung pada hutan alam diperlukan adanya pembudidayaan yang optimal di beberapa daerah endemik dan disesuaikan dengan tempat tumbuh dari jenis penghasil gaharu tersebut.

Dengan memperhatikan kuota permintaan pasar akan komoditas gaharu yang terus meningkat maka pembudidayaan gaharu pun memiliki prospek yang cukup tinggi dalam upaya untuk mempersiapkan era perdagangan bebas di massa mendatang. Di lihat dari tahun 2000, kuota permintaan pasar sekitar 300 ton/tahun. Namun hingga tahun 2002, yang baru bisa drealisasikan untuk memenuhi kebutuhan pasar, hanya sekitar 10% - 20% saja. Khuaus untuk jenis Aquilaria malaccensis yang mempunyai kualitas dan bernilai jual yang tinggi, usaha pembudidayaannya pun berpeluang menurunkan tingkat kelangkaan.

KHASIAT TEH GAHARU...


TEH GAHARU adalah teh yang terbuat dari daun muda tanaman penghasil gaharu. Teh ini ternyata tidak hanya enak diminum, cocok dinikmati pada suasana dingin, seperti malam hari atau saat musim hujan tiba juga memiliki khasiat terhadap kesehatan tubuh. beberapa kesaksian orang yang pernah minum teh gaharu merasakan bahwa setelah mengkonsumsi teh gaharu ini mengutarakan :

1. Obat untuk mengurangi rasa sakit kepala (pusing).
2. Meningkatkan stamina bagi pria.
3. Meningkatkan stamina dan kesehatan, tidak mudah masuk angin.
4. Obat penyakit dalam (sakit perut, dll)

Insya Allah teh Gaharu, dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Oleh sebab itu di masa mendatang kandungan aktif dalam teh gaharu ini harus diketahui, untuk memberikan justifikasi ilmiah kepada khalayak. Usaha untuk mengetahui kandungan bahan kimia dalam teh gaharu, dalam waktu dekat akan dilakukan oleh Alam Tropika berkerja sema dengan lembaga yang berkompenten.

Tidak semua jenis gaharu dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan teh gaharu, hanya jenis yang tergolong dalam famii Themelaeaceae, dengan genus tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan teh gaharu.

Daun gaharu pilihan dapat diproses menjadi teh hijau gaharu (agarwood green tea) dan teh hitam gaharu, masing-masing mempunyai cita rasa yang khas.

Minum teh hangat merupakan suatu kenikmatan tersendiri bagi kita, apalagi disaat cuaca dingin seperti sekarang ini. Saat ini selain menghasilkan bahan untuk obat maupun minyak wangi, ternyata gaharu juga bisa dijadikan teh. Barangkali sebagian dari kita belum pernah merasakan Teh Gaharu. Sebuah perusahaan di Malaysia AROMAMAS ENTERPRISE sudah mengeluarkan produk teh gaharu ini.

Dari informasi yang kami peroleh, berikut ini manfaat dan khasiat dari teh gaharu:

1.Membantu masalah insomnia/sukar tidur
2.Membantu merendahkan tahap kolestrol
3.Membantu meredakan ketegangan/hiperten si/stress
4.Membantu mengurangkan toksik dalam badan
5.Tanpa gula - Tanpa Kafein - Tanpa Asis Tanin
6.Mengatasi masalah pelawasan
7.Anti Oksidant
8.Mengurangkan kadar tekanan dalam darah dan gula yang tinggi


Manfaat pada Kesehatan adalah:

1. Anti Stres dan Hipertensi
2. Penurunan tahap kolestrol
3. Penurunan tahap tekanan darah tinggi dan gula
4. Pelengkap tambahan keperluan kalsium dan vitamin
5. Kafein, tannin dan tanpa gula
6. Membantu pengurangan berat badan dan lemak
7. Anti Oksida
8. Membantu keimbangan sistem vascular, tulang dan sendi
9. Memberi kesegaran
10. Memudahkan tidur dan merawat insomnia
11. Mengurangkan sakit kepala
12. Membantu pengaliran darah dan edaran oksigen

Manfaat Gaharu

Gaharu mengandung essens yang disebut sebagai minyak essens (essential oil) yang dapat dibuat dengan eksraksi atau penyulingan dari gubal gaharu. Essens gaharu ini digunakan sebagai bahan pengikat (fixative) dari berbagai jenis parfum, kosmetika dan obat-obatan herbal. Selain itu, serbuk atau abu dari gaharu digunakan sebagai bahan pembuatan dupa/hio dan bubuk aroma therapy.

Daun pohon gaharu bisa dibuat menjadi teh daun pohon gaharu yang membantu kebugaran tubuh. Senyawa aktif agarospirol yang terkandung dalam daun pohon gaharu dapat menekan sistem syaraf pusat sehingga menimbulkan efek menenangkan, teh gaharu juga ampuh sebagai obat anti mabuk.

Ampas dari sulingan minyak dari marga Aquilaria di Jepang dimanfaatkan sebagai kamfer anti ngengat dan juga mengharumkan seluruh isi lemari. Oleh masyarakat tradisional Indonesia, gaharu digunakan sebagai obat nyamuk, kulit atau kayu gaharu dibakar sampai berasap. Aroma harum tersebutlah yang tidak disukai nyamuk
(sumber: Trubus).

APA GUNA GAHARU...??


Apa guna gaharu? Gaharu mempunyai kandungan resin atau damar wangi yang mengeluarkan aroma dengan keharuman yang khas. Bahkan diperlukan sebagai bahan baku industri parfum, ubat-ubatan, kosmetik, dupa, dan pengawet berbagai jenis asesoris serta untuk keperluan kegiatan agama bagi pemeluk Islam, Budha, dan Hindu. Seiringnya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi industri, gaharu berguna sebagai bahan ubat-ubatan. Menurut Raintree(1996), gaharu dipakai sebagai ubat anti asmatik, anti mikroba, stimulant kerja syaraf dan pencernaan.
Dalam khazanah etnobotani di Cina, digunakan sebagai ubat sakit perut, perangsang nafsu birahi, penghilang rasa sakit, barah, diare, tersedak, ginjal tumor paru-paru dan lain-lain. Di Eropah, diperuntukkan sebagai ubat barah. Di India, digunakan sebagai ubat tumor usus. Di beberapa Negara seperti Singapura, Cina, Korea, Jepun, dan Amerika Syarikat sudah dikembangkan sebagai ubat-ubatan seperti penghilang stress, gangguan ginjal, sakit perut, asma, hepatitis, sirosis, pembengkakan liver dan limfa. Bahkan Asoasiasi Eksportir Gaharu Indonesia (ASGARIN) melaporkan bahawa Negara-negara di Eropau dan India sudah memanfaatkan gaharu tersebut untuk pengobatan tumor dan kanker.
Di Papua, gaharu sudah digunakan secara tradisional oleh masyarakat setempat untuk pengubatan. Mereka mengggunakan bahagian-bahagian dari pohon penghasil gaharu (daun, kulit batang, dan akar) digunakan sebagai bahan pengubatan malaria. Sementara air sulingang (limbah dari proses destilasi gaharu untuk menghasilkan minyak atsiri) yang sangat bermanfaat untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit.

Kandungan bahan kimia yang ditemukan dalam gaharu merupakan komponen yang terdiri dari sesquiterpenes, sesquiter-pene alkohol, kompoun oksigen dan chromone. Selain itu, juga terdiri dari komponen agarospiral, jinkohol-eramol, jinkool yang menghasilkan aroma gaharu.

Kandungan kimia yang terdapat dalam gaharu merupakan komponen-komponen yang terdiri daripada sesquiterpenes, sesquiter-pene alcohol, kompoun oxygenated dan chromone. Selain itu, ia juga terdiri dari komponen-komponen agarospiral, jinkohol-eramol, jinkool yang menghasilkan aroma gaharu.

MIMPI RUMAH IDAMAN