Sabtu, 12 Desember 2009

gaharu...gaharu...gaharu...


Gaharu adalah bahan aromatik termahal di dunia. Harga gaharu kualitas baik di tingkat konsumen di pasar internasional, sekitar US $ 5 sd. 15 per gram, (Rp 45.000,- sd. 135.000,-). Sedemikian tingginya nilai produk gaharu, hingga penjualannya menggunakan bobot gram. Bukan ons atau kg.

Gaharu adalah bahan parfum, kosmetik dan obat-obatan (farmasi). Parfum diperoleh dari hasil ekstraksi resin dan kayunya. Gaharu sudah dikenal sebagai komoditas penting, semenjak jaman Mesir Kuno. Mumi mesir, selain diberi rempah-rempah (kayumanis, cengkeh), juga diberi cendana dan gaharu. Dalam injil, disebutkan bahwa kain kafan Yesus (Isa Al Masih), diberi Aloe. Istilah ini bukan mengacu ke Aloe vera (lidah buaya), melainkan kayu gaharu. Itulah sebabnya kayu gaharu juga disebut sebagai aloeswood (kayu aloe).

Nama dagang lainnya adalah agarwood, heartwood, dan eaglewood. Di pasar internasional, gaharu murni diperdagangkan dalam bentuk kayu, serbuk dan minyak (parfum). Kayu gaharu bisa dijadikan bahan kerajinan bernilai sangat tinggi, atau untuk peralatan upacara keagamaan. Serbuk gaharu digunakan untuk dupa/ratus, dan minyaknya merupakan parfum kelas atas. Serbuk gaharu sebagai dupa akan dibakar langsung dalam ritual keagamaan. Baik Hindu, Budha, Konghucu, Thao, Shinto, Islam dan Katolik. Kayu gaharu disebut sebagai kayu para dewa. Aroma gaharu karenanya dipercaya mampu menyucikan altar dan peralatan peribadatan lainnya.
Selain itu dupa gaharu juga dimanfaatkan untuk mengharumkan ruangan, rambut dan pakaian para bangsawan. Aroma gaharu akan digunakan sebagai aromaterapi di spa-spa kelas atas. Selain untuk ritual keagamaan, parfum dan kosmetik, produk gaharu juga sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistik. Baik pemanfaatannya, terlebih lagi proses pencariannya dari alam. Pengambilan gaharu dari hutan, memang selalu dilakukan secara tradisional, dengan berbagai ritual dan kebiasaan setempat. Pencarian gaharu di lokasi sulit, harus menggunakan pesawat terbang atau helikopter. Beberapa kali pesawat terbang dan heli pencari gaharu, hilang di hutan belantara di Kalimantan, hingga memperkuat kesan mistis produk gaharu.

Gaharu adalah getah (resin, gubal) dari pohon genus Aquilaria, yang tumbuh di hutan belantara India, Asia Tenggara (termasuk Indonesia) dan Cina Selatan. Sampai saat ini, Indonesia masih merupakan pemasok produk gaharu terbesar di dunia. Meskipun populasi tumbuhan Aquilaria cukup besar, namun tidak semua pohon menghasilkan gaharu. Sebab resin itu baru akan keluar, kalau tanaman terinfeksi oleh kapang (fungus) Phialophora parasitica. Akibat infeksi, tanaman mengeluarkan getah yang aromanya sangat harum. Getah ini akan menggumpal di dalam batang kayu. Para pencari gaharu menyebut kayu dengan resin ini sebagai gubal. Tanaman Aquilaria yang tidak terinfeksi Phialophora parasitica, tidak akan beraroma harum.

Genus Aquilaria terdiri dari 22 spesies: A. (Aquilaria) agallocha; A. apiculata; A. baillonii; A. banaensis; A. beccariana; A. brachyantha; A. citrinicarpa; A. crassna; A. cumingiana; A. filaria; A.grandiflora; A. hirta; A. malaccensis; A. microcarpa; A. ophispermum; A. parvifolia; A. pentandra; A. rostrata; A. sinensis; A. subintegra; A. urdanetensis; A. yunnanensis. Dari 22 spesies itu, yang bisa terinfeksi kapang Phialophora parasitica hanya ada delapan spesies yakni: A. agallocha; A. crassna; A. grandiflora; A. malaccensis; A. ophispermum; A. pentandra; A. sinensis; dan Aquilaria yunnanensis. Dari delapan spesies itu, yang paling potensial menghasilkan gaharu adalah A. malaccensis dan A. agallocha.

Gaharu yang sekarang beredar di pasaran, semuanya berasal dari perburuan dari hutan. Para pencari gaharu, kadang-kadang tidak membedakan, mana kayu yang ada gubalnya, dan mana yang tidak. Hingga semua pohon Aquilaria yang dijumpai akan ditebang. Akibatnya, populasi kayu Aquilaria terus terkikis dan makin langka. Dalam pertemuan ke 13 Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES CoP 13) di Bangkok, Thailand, 2 -14 Oktober 2004, genus Aquilaria telah dimasukkan dalam apendik II. Hingga pengambilan gaharu dari alam, sebenarnya dilarang. Tetapi karena tingginya nilai gaharu, maka pencarian gaharu dari hutan terus berlangsung tanpa bisa dicegah.

Genus Aquilaria adalah pohon dengan tinggi mencapai 20 m dan diameter batang 60 cm, yang tumbuh di hutan hujan tropika basah, mulai dari ketinggian 0 sampai dengan 1.000 m. dpl. Aquilaria bisa hidup pada berbagai jenis tanah. Mulai dari tanah humus, berpasir, lempung, berkapur, sampai berbatu-batu. Gaharu termasuk tanaman yang tahan kekeringan, dan juga tahan hidup di bawah naungan. Tanaman yang masih muda, memang memerlukan banyak air, dan naungan. Biasanya Aquilaria tumbuh di bawah tajuk palem atau pakis-pakisan. Aquilaria berkembangbiak dari biji. Buah Aquilaria berupa polong yang keras, dengan panjang antara 2,5 sd. 3 cm. Biji mudah dikecambahkan di tempat yang lembap dan hangat, tetapi terlindung dari panas matahari.

Dalam kondisi optimum, pohon Aquilaria akan mampu tumbuh dengan sangat pesat. Yang dimaksud dengan kondisi optimum adalah, suhu udara, kelembapan, sinar matahari, air dan unsur haranya cukup. Meskipun Aquilaria tahan hidup di berbagai macam tanah, tetapi dia akan tumbuh optimal di tanah humus yang subur, dengan topsoil cukup tebal. Tidak semua Aquilaria yang tumbuh di hutan merupakah penghasil gaharu. Produk gaharu, baru akan terjadi, apabila kayu Aquilaria terinfeksi oleh kapang Phialophora parasitica. Tumbuhan Aquilaria yang tidak terinfeksi kapang Phialophora parasitica, hanya akan menjadi kayu biasa yang sama sekali tidak harum. Beda dengan cendana (Sandal Wood, Santalum album), yang kayunya memang sudah harum.

Untuk mempertahankan diri, tumbuhan Aquilaria yang sudah terinfeksi kapang Phialophora parasitica akan menghasilkan getah resin (jawa: blendok). Resin ini akan menggumpal dan membentuk gubal. Proses pembentukan gubal berlangsung sangat lambat. Bisa puluhan bahkan ratusan tahun. Resin dan bagian kayu yang terinfeksi inilah yang akan menghasilkan aroma harum yang tidak ada duanya di dunia. Aroma gaharu ini sedemikian khasnya hingga hampir tidak mungkin disintetis. Pembuatan gaharu sintetis, hasilnya akan lebih mahal dibanding dengan gaharu alam. Proses pembentukan gubal berlangsung sangat lama, juga merupakan salah satu penyebab tingginya produk gaharu.

Kapang genus Phialophora terdiri dari delapan spesies aktif: Phialophora americana, Phialophora bubakii, Phialophora europaea, Phialophora parasitica, Phialophora reptans, Phialophora repens, Phialophora richardsiae, dan Phialophora verrucosa. Dari delapan spesies itu, yang berfungsi menginfeksi kayu Aquilaria hanyalah kapang Phialophora parasitica. Spesies lainnya merupakan kapang patogen, yang bisa menginfeksi manusia dan menimbulkan gangguan penyakit. Malaysia dan Indonesia, sudah bisa mengisolasi kapang Phialophora parasitica, untuk diinokulasikan ke pohon Aquilaria.

Di Indonesia, penelitian gaharu antara lain dilakukan oleh Balitbang Botani/LIPI, Badan Litbang Departemen Kehutanan dan Universitas Mataram di Mataram, Lombok. Universitas Mataram, malahan sudah melakukan ujicoba penanaman gaharu, dan menginfeksinya dengan kapang Phialophora parasitica. Sayangnya, tanaman yang belum membentuk gubal itu sudah dicuri orang. Para pencuri ini beranggapan, bahwa kayu gaharu sama dengan cendana. Padahal cendana pun memerlukan waktu paling sedikit 30 tahun agar meghasilkan kayu dengan tingkat keharuman prima. Gaharu yang sudah terinfeksi ini, masih memerlukan waktu puluhan tahun agar gubalnya bisa dipanen.

Mengingat tingginya nilai gaharu, dan juga kelangkaannya, maka budidaya gaharu sudah semakin mendesak. Membuat hutan Aquilaria, bisa dilakukan dengan mudah. Sebab tumbuhan genus ini relatif mudah dikembangbiakkan dan toleran dengan lokasi tumbuh yang sangat ekstrim sekalipun. Mengisolasi kapang Phialophora parasitica juga sudah bisa dilakukan di laboratorium Universitas Mataram. Menginfeksi tumbuhan Aquilaria dengan kapang Phialophora parasitica juga sudah berhasil diketemukan metodenya. Yang menjadi masalah, untuk mengembangkannya dalam skala komersial, diperlukan jangka waktu lama. Gaharu kualitas baik, baru akan terbentuk setelah proses selama puluhan bahkan ratusan tahun.

Para pemilik modal, akan berpikir ulang kalau investasinya baru akan kembali pada puluhan bahkan ratusan tahun yang akan datang. Para pejabat di lingkup pemerintah daerah pun, juga akan menolak untuk merancang proyek yang tingkat keberhasilannya baru akan bisa diukur puluhan bahkan ratusan tahun kemudian. Belum lagi gangguan masyarakat yang tidak terlalu tahu tentang gaharu. Mereka menganggap bahwa tanaman Aquilaria yang sudah diinfeksi kapang Phialophora parasitica, akan segera bisa ditebang untuk diambil gaharunya. Ketidaktahuan masyarakat ini, juga disebabkan oleh sedikitnya publikasi tentang gaharu. Para wartawan yang mengenal gaharu, jumlahnya juga masih sangat sedikit.

Dalam situasi seperti ini, pencarian gaharu di hutan menjadi satu-satunya alternatif. Di Papua, pencarian gaharu bahkan dilakukan oleh para pengusaha dengan cara yang sangat tidak bermoral. Para pengusaha tahu bahwa masyarakat Papua, sudah kecanduan minuman keras. Hanya dengan disodori beberapa kaleng bir, mereka sudah bersedia untuk mencari gaharu. Apabila gaharu sudah diperoleh, para pengusaha pun menawarkan perempuan kepada penemu gaharu. Perempuan-perempuan malang ini didatangkan dari Jawa, kebanyakan dengan cara ditipu untuk dicarikan pekerjaan yang layak di Freeport atau perusahaan HPH. Setibanya di Papua, mereka hanya dijadikan umpan memperoleh gaharu. gsmlina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar