Ringkasan
Gubal baharu diproduksi oleh banyak spesies pohon gaharu. Tiga spesies pohon gaharu indigenus. Aquilaria malaccensis, A. microcarpa, dan Gyrinops verstegii, diketahui mampu menghasilkan gubal berkualitas tinggi A, crassna, juga ditanam di Indonesia. Saat ini produksi gubal gaharu Indonesia masih bergantung dari pengumpulan di hutan alam. Disisi lain, dasar pengembangan produksi gubal gaharu secara lestari sedang dilakukan. Sebelum membangun kebun, beberapa aspek seperti proses pembentukan gubal harus diketahui.
Gubal gaharu dibentuk sebagai respons pohon terhadap kerusakan mekanis atau infeksi cendawan, sehingga gubal gaharu dibentuk pada kerusakan mekanis atau infeksi cendawan, sehingga gubal gaharu dibentuk pada pohon sakit. Penyakit lebih mudah muncul ketika pohon mengalami cekaman. Pada tahun 1, model interaksi antara tunas A. malaccensis (klon Ama1), Ama7 and Ama13), A. microcarpa (klon Ami5, Ami8, Ami16 and P6) and A. crassna (klon Ac14) and G. verstegii (klon Af1.8) dengan Acremonium sp. (isolat F, G, L, M), Fusarium oxysporum (isolat A), Scytalidium (isolat C) and Thielaviopsis paradoxa (isolat I), serta Trichoderma harzianum (isolat E) dipelajari dengan menggunakan teknik kultur ganda pada 3 kosentrasi Murashige-Skoog (MSmod) secara in vitro.
Luarannya adalah klon-klon potensial yang terseleksi dengan cendawan penginduksi yang serasi, serta informasi dasar mengenai keterbatasan nutrisi terhadap induksi pembentukan wangi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam interaksi tunas gaharu dengan cendawan, kehadiran tunas tidak mempengaruhi pertumbuhan cendawan. Sebaliknya, kehadiran cendawan mempengaruhi kebugaran tunas. Semua cendawan bersifat patogenik, kecuali E. Persentase kematian tunas berfariasi. Diantara cendawan patogenik, semua isolat Acremonium mampu menginduksi wangi. Namun hanya Acremonium F dan M yang mampu menginduksi wangi pada semua spesies Aquilaria yang diuji dan G verstegii. Sedangkan cendawan sebagai inokulum campuran (AEF, ACEF dan ACEFI) yang berintraksi dengan tunas tidak mampu menginduksi wangi. Tingkat wangi hasil induksi Acremonium F lebih tinggi dan berbeda nyata dari pada Acremanium M. Tingkat wangi tunas yang ditanam pada Msmod 50% lebih tinggi dan berbeda nyata dari yang ditanam pada MS100%. Tingkat wangi yang terbentuk pada A. Malaccensis lebih tinggi dari pada pada A. microcarpa dan A.crassna serta G. Verstegii. Cekaman nutrisi meningkatkan kewangian.
Hasil analisis GLC menunjukkan bahwa hanya satu komponen dengan Rt 5.76 yang menenrukan sifat wangi. Semua klon terutama A. malaccensis Ama7 dan Ama13 berpotensi untuk dikembangkan menjadi klon unggulan dengan Acremonium F sebagai penginduksi yang potensial untuk dikembangkan sebagai inokulan. Pengembangan Acremonium F sebagai inokulan dalam bentuk formula padatan dan uji efektifitasnya dalam perangsangan gejala pembentukan gubal gaharu pada pohon di lapangan dilakukan pada tahun ke 2. Formulasi pada media B yang dicampur dengan 2.5% alginat dan dicelupkan dalam 5% Ca Cl2 menghasilkan suatu pelet batangan yang dari segi pembuatannya sederhan, praktis dan ekonomis dengan viabilitas yang tinggi. Namun teksturnya agak rapuh jika dibandingkan dengan formula media B yang dicampur dengan 5% Alginat dan dicelupkan dalam konsentrasi CaCi yang sama. Viabilitas formulasi yang terakhir ini tidak berbeda nyata dari formulasi sebelumnya. Dalam penyimpanan, viabilitas pelet ini menurun sesuai dengan lama periode penyimpanan. Pelet yang disimpan pada suhu 10C lebih stabil viabilitasnya dari pada yang disimpan dalam suhu ruang. Efektiftas pelet ini dalam menginduksi perubahan warna kayu cukup tinggi. Pada pohon-pohon di kebun penelitian perhutani di Carita, gejala pecklatan pada batang terlihat pada semua pohon yang diperlakukan dengan Acremonium F mulai bulan ke tiga inokulasi dengan index perubahan warna dan indekx luasan gelap sama dengan 1. Hanya 10% pohon yang telah diinokulasi mengeluarkan wangi khas gaharu. Pada pohon-pohon di kebun penelitian di Pekanbaru, gejala pencoklatan pada bulan ke lima juga terjadi pada semua pohon yang diinokulasi dengan Acremonium F dengan index perubahan warna, index luasan luasan perubahan warna dan persentase pohon wangi yang lebih tinggi yaitu berturut-turut 1,1 dan 45%. Pemberian paclobutrazol pada semua konsentrasi tidak berpengaruh nyata terhadap kebugaran pohon dan index perubahan warna, index luasan maupun tingkat wangi.
Minggu, 13 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar